Selasa, 21 Oktober 2008

Percaya tidak Percaya gaji Wartawan 300 ribu rupiah












Sewaktu bulan Ramadhan saya
mengikuti diklat jurnalistik di Pusdai
Bandung. Acara yang sangat
berharga ini tidak dikenakan
biaya, hanya jika ada
keinginan untuk mendapatkan
sertifikat diklat+buku 2 buah
anda di haruskan membayar
sebesar 10 ribu rupiah.

Acara ini saya ikuti karena saya
sedang tertarik dengan jurnalistik,
semenjak gagal dalam seleksi
wartawan majalah otobikes Bandung.

Pembicara dalam diklat ini
dari wartawan dan akademisi.
Ada hal unik bahkan saya baru
percaya bahwa gaji wartawan
di Indonesia ini ada yang hanya
300 ribu rupiah perbulan.

Sewaktu saya melamar kerja
di majalah Otobikes dulu, saya
diberitahu bahwa gajinya di bawah UMR
kota Bandung (990 ribu rupiah).
Dan gaji yang ditawarkan hanya
sekitar 400 ribu rupiah. Waktu itu
saya tidak mempercayainya ah
mungkin bohong hanya menggertak.
Tapi setelah beberapa pihak berkata
hal yang sama (gaji di bawah UMR)
baru saya percaya.

Malah ada hal unik yang diutarakan
pembicara di diklat jurnalistik,
beliau seorang redaktur dari Tribun jabar
bawa ada seorang temannya yang
gajiya itu sekitar 300 ribuan
poligami juga. "Bagaimana bisa
ngasih makan anak bininya?"
Ternyata wartawan tersebut
dengan ikhlas menerima amplop
dalam setiap peliputan.

Haram kah? Bisa ya bisa tidak?
Karena ada yang menyebutkan
bahwa hal tersebut hanya balas jasa
dari narasumber yang menginginkan
isu-isu yang di utarakan olehnya
bisa tersiar di media massa.
Dalam hal ini hati yang harus berbicara.

Dari majalah sabili no 06 thxvi 2 oktober
2008/2 syawal 1429, menerima amplop
adalah kode etik yang sering di langgar.
Setelah itu berturut-turut "melanggar
kesepakatan off the record"
dan berita "tak berimbang".

Menolak amplop memang bukan
hal yang mudah jika anda
seorang wartawan yang bergaji
sangat minim dan di bawah UMR.
Sangat berbeda jika penjabat kaya
raya yang menolak bingkisan.

Tidak ada komentar: